pak yayiKalau saat kecil dulu aku tahu bagaimana enaknya menjadi pak yayi, pasti dulu aku tidak bercita-cita menjadi guru sejarah, Yanindra. Di mana-mana yang namanya pak yayi selalu dipuja-puja oleh pengikutnya. Bandingkan saja dengan guru sejarah, yang acap kali sering dicemooh oleh orang-orang karena membahas masa lalu, dan nggak bisa move on, kalah jauh dibandingkan kehebatan pak yayi. Sosok manusia yang satu ini dianggap lebih oleh para pengikutnya memiliki sesuatu yang lebih dan memiliki kedekatan dengan Yang Maha. Kedekatan inilah yang membuat kata-kata atau petuahnya sering ampuh bagi umatnya. Pak yayi menjadi manusia yang sempurna, mereka (pak yayi) seolah menjadi perantara antara manusia dengan Tuhannya. Sehingga kadang ada beberapa orang yang memuja berlebihan, dan itu menurutku kurang baik, Yanindra.

Pada masa kecil dulu, ketika ketampananku masih maksimal, yang mengajarkan agama itu adalah guru agamaku, Yanindra. Orang tuaku kurang begitu paham dengan agama. Mereka mengajarkanku bagaimana berpikir, berkata dan berbuat yang baik. Mereka tidak mengajarkanku bagaimana cara beribada, tidak mengajarkanku masalah bagaimana kitab suci. Mereka hanyalah sosok petani yang dalam klasifikasi Clifford Gertz termasuk ke dalam Islam abangan, bukan islam yang putih. Tapi klasifikasi itu entah benar atau tidak, yang pasti kedua orang tuaku tetap meyakini ada Yang Maha, yakni Tuhan Yang Maha Esa.

Agama kita itu biasnya warisan dari kedua orang tua kita, Yanindra. kalau orang tuanya tahu tentang agama, mereka akan mengajarkan kepada anaknya, melalui tutur kata maupun dengan keteladanan. Kalau kemampuan orang tuanya terbatas, maka pengetahuan anaknya tentang agama juga terbatas pula. Kecuali anak-anak yang punya inisiatif untuk belajar lebih tentang agama dengan cara mengikuti pengajian, membaca buku, ikut TPA, berguru kepada orang yang dianggap lebih memiliki ilmu agama, dalam hal ini pak ustad atau pak yayi.

Sejarah pak yayi sendiri aku kurang tahu, Yanindra. Meskipun aku adalah guru sejarah, tidak semua sejarah aku tahu. Karena dunia ini luas, dan pengetahuanku yang dangkal, Yanindra. Kalau sejarahmu sedikit sedikit aku tahu, baik itu dari Dia atau dari orang lain yang dekat dengan kamu. Kalau aku pikir-pikir kecilmu itu sama dengan kecilku, Yanindra. Orang tuamu juga tidak begitu kenal dengan agama, karena mereka bukan lulusan pondok pesantren. Bedanya kalau aku dekat dengan ibuku,sedangkan kamu dekat dengan bapakmu. Mungkin itu hal yang wajar, Yanindra, anak laki-laki dekat dengan ibu, dan anak perempuan dekat dengan bapak.

Pak yayi itu sudah ada sejak walisongo dulu, Yanindra. Bahkan mungkin sudah ada sejak Islam masuk ke nusantara yang katanya abad ke-7. Kalau di Arab, ada tidaknya pak yayi aku juga kurang tahu, Yanindra. Kalau nggak salah di sana tidak ada istilah tersebut, karena itu adalah bahasa local di sini. Maka muncullah yang namanya local genius. Penghuni nusantara ini sudah memiliki kemampuan lebih, sebelum bangsa barat datang dan melakukan penjajahan, Yanindra. Kita memiliki nenek moyang yang luar biasa hebatnya, yang fenomenal, yang jejaknya bisa kita nikmati saat ini.

Kalau di tempat tinggalku tidak ada pak yayi, Yanindra. Suatu daerah yang namanya brang lor ini, sebagian besar penduduknya hanya memiliki agama KTP. Di daerah brang lor ini tidak akan kamu temui satu pak yayi pun, Yanindra. Jadi kehidupan secara keseharian pak yayi aku juga kurang tahu. Enak tidaknya menjadi pak yayi, mungkin beliau yang bisa merasakan. Anggapan kita enak, tapi kalau sebenarnya mereka tertekan siapa yang tahu isi hati orang lain, Yanindra. Orang hidup itu sawang sinawang, bagi kita hidup mereka lebih menyenangkan daripada kita dan bagi mereka sebaliknya, hidup mereka lebih susah daripada kita dan ingin hidup seperti kita.

Aku pernah tahu sedikit tentang kehidupan pak yayi, mungkin pak yayi ini berbeda dengan pak yayi yang lain. Jadi kita tidak bisa menggenaralisir satu simple ini untuk populasi pak yayi yang lain. Aku hanya bercerita tentang pak yayi yang aku temua beberapa hari yang lain. Dari apa yang aku lihat dan aku rasakan, kelihatannya enak jadi pak yayi. Jadwal ceramahnya padat, setiap hari mesti ada panggilan untuk memberikan tausiah bagi pengikutnya. Pak yayi sungguh mulia, memberikan petunjuk menuju jalan yang benar, jalan yang cerah dan jalan  yang baik, versi pengetahuan beliau sendiri. Kadang dalam memaknai kandungan kitab suci, antara satu orang dengan orang lain berbeda. Tapi tenang, Yanindra, perbedaan itu merupakan rahmah Tuhan, yang sudah digariskan sejak dahulu kala.

Hal itu yang membuat para pengikutnya segan kepada beliau, Yanindra. Saat waktunya sholat, para pengikutnya menunggu sampai beliau datang, meskipun terkadang terlambatnya lama. Sudah adzan dan berpuji-pujian, hampir setengah jam baru datang. Kalau pak yayi telat itu wajar dan dapat dimaklumi, Yanindra, Beliau sibuk dan umatnya banyak, sehingga keterlambatan itu adalah hal yang lumrah. Kalau yang terlambat murid sekolahku, lebih dari setengah jam, mesti aku suruh pulang anak itu, Yanindra. Mereka saja tidak menghargai waktu, mana bisa menghargai Yang Maha.

Pak yayi ini memang istimewa, Yanindra. Saat bersalaman mereka selalu dicium tangannya, dan pengikutnya kemudian mencium tangannya bekas bersalaman dengan pak yayi beberapa kali. Mungkin itu bentuk bersyukur bisa bersalaman dengan pak yayi, manusia yang katanya dekat dengan Tuhan. Aku belum pernah bersalaman dengan pak yayi kemudian mencium tangannya, Yanindra. Paling aku bersalaman dengan cara seperti itu kepada kedua orang tuaku, kerabatku yang lebih tua, dan guru-guruku. Nah pak yayi itu merupakan guru dari pengikutnya sehingga wajar kalau mereka mencium tangan pak yayi, kemudian mencium kembali tangan sendiri yang bekas bersalaman dengan pak yayi tersebut.

Banyak hal yang dilakukan oleh pengikutnya untuk mengistimewakan pak yayi. Kalau pak yayi datang ke masjid, pengikutnya yang datangnya belakangan akan membalikan posisi dari sepeda motor atau bahkan sandal dari pak yayi tersebut. Jadi nanti saat keluar dari masjid, pak yayi bisa langsung menggunakan sepeda motor dan sendalnya. Beda dengan muridku, Yanindra. Mereka, muridku, malah sering membuang sandal atau sepatu ku, Yanindra. Bukannya murid kurang ajar, Yanindra, tapi akunya saja yang kurang ajar tidak mematuhi peraturan yang ada. Di sekolahku ada peraturan kalau menata sepatu harus rapi, kalau tidak rapi akan dibuang. Peraturan itu benar-benar diterapkan, dan aku termasuk yang terkena peraturan tersebut. Mungkin masih banyak hal yang istimewa yang diberikan oleh pengikutnya kepada pak yayi yang belum aku ketahui, Yanindra.

Yang aku tahu dan itu pasti Dia sangat mengistimewakan kamu

About donipengalaman9

ingin seperti matahari bagi insan-insan yang terlena dalam gelapnya kebodohan

Tinggalkan komentar